WELCOME TO MY WORLD



Minggu, 22 Mei 2011

Stoikiometri


1. STOIKIOMETRI


Salah satu aspek penting dari reaksi kimia adalah hubungan kuantitatif antara zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia, baik sebagai pereaksi maupun sebagai hasil reaksi. Stoikiometri merupakan bagian dari ilmu kimia yang mempelajari hubungan kuantitatif zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia. Stoikiometri juga menyangkut perbandingan atom dalam suatu rumus kimia, misalnya perbandingan atom H dan atom O dalam molekul H2O.  Jumlah dan jenis atom sebelum dan sesudah reaksi selalu sama. Kata stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitu stoicheon yang artinya unsur dan metron yang berarti mengukur. Seorang ahli Kimia Perancis, Jeremias Benjamin Richter (1762-1807) adalah orang yang pertama kali mengemukakan prinsip-prinsip dasar stoikiometri. Menurutnya stoikiometri adalah ilmu tentang pengukuran perbandingan kuantitatif atau pengukuran perbandingan antar unsur kimia yang satu dengan yang lain.
Mengapa perlu mempelajari stoikiometri? Mempelajari ilmu kimia tidak bisa dipisahkan dari melakukan percobaan di laboratorium. Biasanya di laboratorium kita mereaksikan sejumlah gram zat A untuk menghasilkan sejumlah gram zat B. Pertanyaan yang sering muncul adalah jika kita memiliki sejumlah gram zat A, berapa gramkah zat B yang akan dihasilkan? Untuk menjawab pertanyaan itu kita memerlukan stoikiometri. 



1.1 Massa Atom Relatif dan Massa Molekul Relatif
Setelah mempelajari struktur atom kita mengetahui bahwa massa atom sangat kecil, oleh karena itu kita tidak mungkin menimbang atom dengan neraca. Berdasarkan perhitungan, para ahli menggunakan skala massa atom relatif dengan lambang ”Ar” dan sejak tahun 1961 IUPAC menetapkan isotop C-12 dengan massa atom relatif 12 sebagai standar. Massa atom relatif suatu unsur menunjukkan perbandingan massa atom unsur  itu  terhadap 1/12 x massa atom C-12 atau :

     Massa atom rata-rata X                                   Massa molekul senyawa
Ar  X   =                                                Mr  Senyawa  = 
                 1/12  massa atom C-12                                     1/12  massa atom C-12
           

Massa molekul unsur atau senyawa dinyatakan dengan ”Mr”. Massa molekul relatif adalah perbandingan massa molekul unsur atau senyawa terhadap 1/12 x massa atom C-12. Untuk menghitung massa molekul relatif maka kita harus menjumlahkan massa atom relatif dari semua atom penyusun molekul tersebut. Apabila terdapat koefisien ataupun subskrip maka dikalikan dengan massa atom relatifnya.
Pengukuran dengan spektrometer massa menunjukkan bahwa massa 1 atom C-12 adalah 1,99268 x 10-23 gram, karena angka tersebut sangat kecil maka ditetapkan suatu satuan massa yaitu massa unit atom (amu) atau satuan massa atom (sma), dimana 1 amu bernilai sebesar 1,66 x 10-24 gram.
Satu atom helium memiliki massa  4 amu dan satu atom nitrogen memiliki massa 14 amu. Perbandingan dari massa atom helium dengan nitrogen adalah 4 : 14 = 2 : 7. Jika kita bandingkan massa 10 atom helium dan massa 10 atom nitrogen maka kita masih saja akan mendapatkan perbandingan 2 : 7.

1.2 Tetapan Avogadro
Massa satu mol atom sama dengan massa atom relatif (Ar) atom tersebut dalam gram dan dalam 1 mol zat terkandung partikel elementer (atom, molekul, dan ion) sebanyak 6,02 x 1023 partikel. Sebagai contoh: Satu mol atom hidrogen memiliki massa sebesar 1,0079 gram yang mengandung 6,02 x 1023 partikel.
Nilai 6,02 x 1023 partikel/mol disebut sebagai tetapan Avogadro, dengan lambang L atau N. Bilangan angka ini dinamakan bilangan Avogadro untuk menghormati Amadeo Avogadro (1776-1856) pada abad ke-19 sebagai  ahli kimia Italia dan pengacara.



1.3 Konsep Mol
Kita tahu bahwa materi  terdiri atas partikel yang berbeda. Partikel tersebut dapat berupa atom, ion atau molekul. Helium terdiri atas atom-atom helium. H2, N2, O2, F2, Cl2, Br2 dan I2 merupakan molekul diatomik. Partikel dari air, sulfur dioksida dan kalsium klorida yang memiliki rumus kimia H2O, SO2 dan CaCl2 adalah ion, yang memiliki perbandingan tertentu dalam rumus kimianya.
Salah satu cara untuk menghitung massa zat adalah dengan menghitung jumlah masing-masing partikel yang terdapat di dalam zat itu. Kita dapat menghitung jumlah partikel jika kita mengetahui  batasan angka yang mewakili partikel tersebut.
Dalam satuan sistem internasional (SI) satuan untuk atom, ion, dan molekul adalah ”mol”. Satu mol zat adalah jumlah zat yang mengandung  partikel elementer (atom, molekul, dan ion) sebanyak bilangan Avogadro (L) yaitu 6,02 x 1023 partikel.
Hubungan antara  massa unit atom  dengan mol yaitu massa satu mol atom sama dengan massa atom relatif (Ar) atom tersebut dalam gram. Sebagai contoh, besi memiliki massa atom relatif 55,854 sehingga 1 mol besi memiliki massa  55,854 gram.
Satu mol dari molekul diatomik seperti nitrogen mengandung 6,02 x 1023 molekul nitrogen. Satu mol dinitrogen tetraoksida N2O4 dan satu mol sukrosa C12H22O11, keduanya sama-sama mengandung 6,02 x 1023 molekul senyawa. Begitu juga dengan senyawa ion juga mengandung bilangan Avogadro.
Contoh :
Berapa banyak ion fluorida di dalam 1,46 mol aluminium fluorida ?
Jawab:
Satu mol = 6,02 x 1023 partikel, sehingga 1,46 mol aluminium fluorida mengandung 8.7892 x 1023 partikel. Dalam senyawa aluminium fluorida terdapat tiga ion fluorida berdasarkan persamaan reaksi :
  AlF3                Al3+   +  3F-
Maka  :            
1,46 mol AlF3 mengandung 3 x  1,46 mol x 6,02 x 1023 partikel/mol =   26,3676 x 1023 partikel


1.4 Perhitungan Kimia
1.4.1 Konsentrasi
Konsentrasi adalah ukuran berapa jumlah zat yang dilarutkan dalam suatu pelarut. Jika kita ingin menambah konsentrasi larutan maka kita harus menambahkan jumlah zat terlarut atau mengurangi jumlah zat pelarut. Sebaliknya jika kita ingin mengurangi konsentrasi larutan maka kita harus menambahkan jumlah zat pelarut atau mengurangi jumlah zat terlarut.
Jika zat terlarut tidak dapat larut lagi di dalam pelarut, maka larutan ini dikatakan jenuh. Jika zat terlarut masih ditambahkan ke dalam larutan yang jenuh maka zat tersebut tidak akan dapat larut lagi. Penjenuhan bergantung pada banyak faktor seperti temperatur lingkungan, jenis zat pelarut dan jenis zat terlarut.


Gambar 2.1 Penjelasan Qualitatif
Konsentrasi
 
Terlarut
 
These glasses containing red dye demonstrate qualitative changes in concentration. The solutions on the left are more dilute, compared to the more concentrated solutions on the right.


Gelas-gelas ini mengandung pewarna merah untuk demonstrasi perubahan jumlah konsentrasi. Larutan yang  di sebelah kiri memiliki konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan larutan yang di sebelah kanan, hal ini ditunjukkan dari intensitas warna dari larutan tersebut.
Biasanya kata sifat seperti ”encer” atau ”lemah” untuk larutan yang memiliki konsentrasi yang rendah dan sebaliknya ”pekat” atau ”kuat” untuk larutan yang memiliki konsentrasi yang tinggi.

1.4.2 Molaritas
Larutan satu molar (M) adalah larutan yang mengandung 1 mol zat terlarut dalam 1 liter larutan
                    Jumlah mol zat terlarut
Molaritas =
Volume larutan   


                   n
       M   =
                   V        
Sebagai contoh : 4 liter larutan  mengandung 2 mol zat terlarut sehingga molaritasnya sebesar 0,5 M. Molaritas biasanya digunakan untuk menyatakan besarnya konsentrasi untuk larutan. Sebagai contoh  :
Berapa Molaritas dari  5 liter larutan yang mengandung  10 mol  KBr ?
                     Jumlah mol zat terlarut
Molaritas  = -----------------------------
                         Volume larutan

Diketahui :
Jumlah mol zat terlarut = 10 mol
Volume larutan = 5 liter
                      10 mol  KBr
Molaritas = --------------------  = 2 M
                     5 Liter larutan

1.4.3 Pengenceran
Pengenceran adalah penambahan zat pelarut ke dalam suatu larutan. Pada pengenceran, jumlah mol zat terlarut tetap, tetapi volume larutan bertambah. Oleh karena itu, kemolaran larutan berkurang.
Jumlah mol zat terlarut sebelum diencerkan = jumlah mol zat terlarut sesudah diencerkan
Jika larutan diencerkan dari V1 menjadi V2, molaritas larutan berubah sesuai dengan persamaan di bawah ini :
M1  x   V1     =    M2   x    V2
Pada persamaan ini M1 dan V1 merupakan keadaan awal sedangkan M2 dan V2 merupakan keadaan akhir.
Contoh: Buatlah larutan 0,4M MgSO4 sebanyak 100mL dari larutan 2,0M MgSO4
Jawab:
Gunakan persamaan  untuk menghitung volume 2 M MgSO4.
Diketahui  :  
M1    =   2  M            M2    =   0,4 M
V1    =  ?                   V2     =   100mL
M1    x   V1    =   M2   x  V2
              M2  x  V2
V1   =  
                    M1
             0,4 M x  100 ml
V1    =                                  =  20 mL
                 2,0 M

1.4.4 Molalitas

Larutan satu molal (m) adalah larutan yang mengandung 1 mol zat terlarut dalam 1 kilogram pelarut
                           Sn zat terlarut
Molalitas (m) =    
                         Kilogram pelarut   

Sebagai contoh : 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam 2 kilogram  pelarut sehingga didapatkan molalitasnya adalah 0,5 mol/kg. Larutan ini bisa dikatakan 0,5 molal. Massa molar pelarut  tidak perlu diketahui bila kita ingin membuat larutan yang molalitasnya sudah diketahui.


1.4.5 Fraksi Mol

Fraksi mol  (X) zat terlarut menyatakan perbandingan jumlah mol zat terlarut terhadap jumlah mol larutan. Sebagai contoh : 1 mol  dari zat terlarut dilarutkan didalam 9 mol zat pelarut sehingga fraksi molnya 1/10 atau sebesar 0,1.
Jika jumlah mol zat terlarut nt, jumlah mol pelarut np, fraksi mol zat terlarut Xt dan fraksi mol pelarut Xp, maka :


                       nt
     Xt     =       
                     nt + np   
                       np
     Xp     =       
                     nt + np   


1.4.6 Persentase Massa (% Massa)

Persentase massa menyatakan jumlah gram zat terlarut dalam seratus gram larutan. Sebagai contoh jika dalam sebuah botol mengandung 40 gram etanol dan 60 gram air maka larutan tersebut mengandung 40% etanol. Persentase massa seringkali ditulis ”weight-weight percentage” (yang dapat disingkat dengan w/w)

                                    massa zat A
% massa zat A  =                                              x 100%
                              jumlah massa semua zat   

untuk larutan berlaku :
                                            massa zat terlarut
% massa zat terlarut   =                                            x 100%
         massa larutan   

1.4.7 Persentase Komposisi

Ahli kimia sering kali membandingkan persentase komposisi dari senyawa yang mereka amati. Persentase komposisi suatu atom adalah perbandingan massa atom unsur dalam suatu senyawa terhadap massa molekul dari senyawa dikalikan 100 %.

                                          
   massa atom A
% atom A   =                                              x 100%
                        massa molekul senyawa   


Perhatikan persentase dari zat berikut yaitu : tembaga dan natrium klorida. Untuk tembaga persentasenya adalah 100 % Cu karena terdiri dari 1 unsur. Natrium klorida terdiri dari 2 unsur yaitu natrium dan klorida. Maka persentase dari natrium di dalam senyawa natrium klorida adalah :           
      23  amu           x 100 % =  34,9 %
(23 + 35,5 ) amu



Contoh :
Berapakah kadar C dan N dalam urea (CO(NH2)2)?
Dimana, Ar C = 12 ; N = 4 ; O = 16 ; dan H = 1.
Jawab:
1 mol urea mengandung 1 atom C, 1 atom O, 2 atom N dan 4 atom H.
Mr urea = 12 + 16 + 28 + 4 = 60
Kadar C = x 100 % = 20 %
Kadar N = x 100 % = 46,66 %


1.4.8 Persentase Massa-Volume

Persentase massa-volume (seringkali disingkat dengan % m/v atau % w/v) menyatakan jumlah massa zat terlarut dalam gram di dalam 100 mL larutan. Persentase massa-volume sering digunakan untuk larutan yang zat terlarutnya berbentuk padat dan kemudian dilarutkan ke dalam cairan. Sebagai contoh, 40 % w/v  larutan gula mengandung 40 gram gula per 100 mL larutan.

                              massa zat terlarut
% zat terlarut   =                                     x 100%
                               volume larutan   

1.4.9 Persentase Volume (% volume)

Persentase volume menyatakan jumlah volume zat terlarut (ml) di dalam 100 mL larutan. Ini sering digunakan ketika zat terlarutnya berbentuk cair. Sebagai contoh, 40 % v/v larutan etanol mengandung 40 mL etanol per 100 mL volume total.

      volume A
% volume A   =                               x 100%
                            volume larutan   

1.4.10 Normalitas

Jenis konsentrasi ini biasanya untuk kimia lingkungan, seperti garam di dalam larutan, garam terpecah menjadi atom-atom yang reaktif (ion seperti  H+, Fe3+ atau Ag+). Normalitas merupakan ukuran dari unsur yang reaktif  di dalam larutan.
Normalitas = n eqivalen/1 L larutan Atau
Normalitas  =  n  x   M     
(dimana n adalah jumlah ion yang reaktif)
Satu normal adalah 1 gram ekivalen dari zat terlarut dalam 1 liter larutan. Definisi 1 gram ekivalen  bergantung pada jenis reaksi kimia yang terjadi, reaksi kimia tersebut bisa saja asam, basa, reaksi redoks dan pengionan.
Normalitas  merupakan ukuran untuk ion tunggal yang merupakan bagian dari zat terlarut. Sebagai contoh, kita dapat menentukan normalitas dari ion OH-  atau ion Na+ dari larutan NaOH, tetapi kita tidak dapat menentukan normalitas dari NaOH. Asam sulfat (H2SO4), normalitas dari ion H+ adalah 2 atau molaritas dari asam sulfat adalah 1, sama juga dengan H3PO4 yang memilki harga normalitas 3 karena mengandung 3 ion H+.
Ada 3 definisi dari normalitas yang tergantung pada jenis reaksi yang terjadi :
1.      Di dalam reaksi asam-basa, normalitas digunakan untuk menunjukkan jumlah proton atau ion hidroksida di dalam larutan.
2.      Di dalam reaksi redoks, normalitas sebagai jumlah dari agen pereduksi atau agen pengoksidasi yang dapat menerima atau melepaskan 1 elektron.
3.      Di dalam reaksi pengendapan, normalitas menyatakan konsentrasi ion yang mengendap.
Normalitas seringkali digunakan di dalam titrasi dimana dua zat yang bereaksi diketahui normalitasnya  maka akan didapatkan persamaan kimia sebagai berikut :
Na    Va     =      Nb   Vb


1.4.11 Bagian per Seribu
Bagian per seribu (dapat disimbolkan dengan 1/1000 atau disingkat menjadi ”ppt”) menyatakan satu bagian zat di dalam 1000 bagian campuran. Sebagai contoh: 1 liter zat di dalam 1000 liter larutan.

1.4.12 Bagian per Sejuta
Bagian per sejuta (dapat disingkat menjadi ”ppm”) menyatakan 1 bagian zat di dalam 1.000.000 bagian campuran. Sebagai contoh : 1 liter zat di dalam 1000.000 liter larutan.

1.4.13 Perhitungan Massa (gram)
Massa atom C-12 adalah 12 gram dalam 1 mol atom C-12. Massa 1 mol atom magnesium sama dengan 24,3 gram yang mengandung 6,02 x 1023 partikel.
Berapa massa  dari 1 mol senyawa SO3? Senyawa SO3 terdiri atas 1 atom sulfur dan 3 atom oksigen. Massa 1 mol atom sulfur adalah 32,1 gram. Massa 3 mol atom oksigen adalah 3 kali dari massa 1 mol atom oksigen (O) : 3 x 16 = 48 gram. Massa molekul dari SO3 adalah (32,1 + 48) = 80,1 gram. Massa molekul gram dari senyawa kimia adalah massa dari 1 mol senyawa tersebut, maka 1 mol  SO3 memiliki massa 80,1 gram. Massa molekul dalam gram dapat dihitung dengan menjumlahkan massa atom penyusunnya dalam gram.
Contoh : Berapa gram massa molekul dari hidrogen peroksida, H2O2 ?
Jawab
Rumus molekul hidrogen peroksida adalah H2O2 artinya dalam senyawa H2O2 terdapat 2 mol hidrogen dan 2 mol oksigen. Kita dapat menghitung mol atom menjadi gram dengan mengetahui massa atom masing-masing unsur. 1 mol H = 1 gram dan 1 mol O = 16 gram. Kita dapat menjumlahkan massa atom dari masing-masing unsur untuk mendapatkan massa molekul.
2 mol H  x  1  gram H      =    2  g  H
2 mol O  x  16 gram O     =  32  g  O
Massa molekul (gram)     =  34  g

1.4.14 Perhitungan Massa-Mol
Kita dapat menghitung jumlah zat dalam satuan massa gram apabila diketahui mol dan massa atom relatif atau massa molekul relatif zat tersebut.
Contoh : Berapa gram 7,2 mol Dinitrogen trioksida
Jawab:
Pertama kita perlu menuliskan rumus kimianya : N2O3. Kemudian menghitung massa molekul relatifnya (Mr) terlebih dahulu :
Mr N2O3 = (2 x Ar. N) + (3 x  Ar. O)
               = ((2 x 14)+ (3 x 16) gr/mol
               =    76 gr/mol
Massa N2O3 =  n N2O3  x  Mr N2O3
                     = 7,2  mol  x  76 gr/mol
                     =    5,47 x 102 gram

1.4.15 Perhitungan Volume dari Satu Mol Gas
Volume dari gas biasanya dihitung pada temperatur dan tekanan yang standar. Temperatur standar adalah 0oC dan tekanan standar adalah 1 atm yang dinamakan keadaan STP. Pada keadaan STP, 1 mol  gas memiliki volume 22,4 liter dan mengandung 6,02 x 1023  partikel.Jumlah ini diketahui dari volume molar dari gas.
Contoh: Tentukan volume 0,6 mol SO2 dalam keadaan STP ?
Jawab:
Satu mol SO2  sama dengan 22,4 L SO2. Maka:
Volume  SO2  = n SO2 x  22,4 L/mol
                        = (0,6  x  22,4) L
                        = 13,4 L SO2

1.4.16 Pereaksi Pembatas
Di dalam suatu reaksi kimia, perbandingan mol zat-zat pereaksi yang dicampurkan tidak selalu sama dengan perbandingan koefisien reaksinya. Hal ini berarti bahwa ada zat pereaksi yang akan habis bereaksi lebih dahulu. Pereaksi demikian disebut pereaksi pembatas.Anda perhatikan gambar di bawah ini!
 X + 2Y...... ......XY2

             
Gambar 2.2. Pereaksi Pembatas


Reaksi di atas memperlihatkan bahwa menurut koefisien reaksi, 1 mol zat X membutuhkan 2 mol zat Y. Gambar di atas menunjukkan bahwa 3 molekul zat X direaksikan dengan 4 molekul zat Y. Setelah reaksi berlangsung, banyaknya molekul zat X yang bereaksi hanya 2 molekul dan 1 molekul yang tersisa, sedangkan 4 molekul zat Y habis bereaksi. Maka zat Y ini disebut pereaksi pembatas.
Pereaksi pembatas merupakan pereaksi yang habis bereaksi dan tidak bersisa di akhir reaksi. Dalam hitungan kimia, pereaksi pembatas dapat ditentukan dengan cara membagi semua mol reaktan dengan koefisiennya, lalu pereaksi yang mempunyai nilai hasil bagi terkecil, merupakan pereaksi pembatas


1.5 Hukum-Hukum Dasar Kimia
1.5.1 Hukum Kekekalan Massa  (Hukum Lavoisier)
Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa "jumlah massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap". Hukum kekekalan massa ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Antoine Laurent Lavoisier, seorang ahli kimia Perancis, pada tahun 1789.
Contoh:
hidrogen  + oksigen  
à  hidrogen oksida
 4 gram       32 gram           36 gram

1.5.2 Hukum Proust
Hukum perbandingan tetap atau hukum Proust menyatakan bahwa "Dalam suatu senyawa, perbandingan massa unsur-unsur penyusunnya adalah tetap". Hukum ini didasarkan pada percobaan yang dilakukan oleh Joseph Louis Proust, seorang ahli kimia berkebangsaaan Perancis, pada tahun 1799.
Contoh:
a. Senyawa NH3 = m N : m H
                            = 1 Ar. N : 3 Ar . H
                            = 1 (14) : 3 (1)
    = 14 : 3
b. Senyawa SO3 = massa S : massa O
                          = 1 Ar . S : 3 Ar . O
                          = 1 (32) : 3 (16)
              = 32 : 48
  = 2 : 3
Keuntungan dari hukum Proust: bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur yang membentuk senyawa tersebut maka massa unsur lainnya dapat diketahui.
Contoh:
Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16; Ca=40)
m C = (Ar C/Mr CaCO3) x m CaCO3
        =  (12 : 100 ) gr/mol x 50 gram  = 6 gram
Kadar C  = (m C / m CaCO3) x 100%
               = (6 gr : 50 gr) x 100 %
= 12%

1.5.3        Hukum Perbandingan Berganda (Hukum Dalton)
Hukum perbandingan berganda menyatakan bahwa "Bila unsur-unsur dapat membentuk dua macam senyawa atau lebih, untuk massa salah satu unsur yang sama, massa unsur kedua dalam masing-masing senyawa berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana".
Contoh:
Bila unsur nitrogen dan oksigen disenyawakan dapat terbentuk,
NO  dimana massa N : O = 14 : 16
     = 7 : 8
NO2 dimana massa N : O = 14 : 32
     = 7 : 16
Untuk massa nitrogen yang sama banyaknya maka perbandingan massa oksigen pada senyawa
NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2

1.5.4 Hukum-Hukum Gas
Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT
dimana:
P = tekanan gas (atmosfir)
V = volume gas (liter)
n = mol gas
R = tetapan gas universal
    = 0.082 L.atm/mol K
T = suhu mutlak (K)
Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut:
a)      Hukum Boyle
Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan
n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2
Contoh:
Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada temperatur tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter dengan tekanan 2 atmosfir ?
Jawab:
P1 V1               = P2 V2
2 atm x 5 L      = P2 x 10 L
      P2               = 1 atm

b)      Hukum Gay-Lussac
Hukum Gay-Lussac menyatakan bahwa "Volume gas-gas yang bereaksi dan volume gas-gas hasil reaksi bila diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana".
Jadi untuk:      P1 = P2 dan T1 = T2 berlaku :
                        V1 / V2 = n1 / n2
Contoh:
Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N2) jika pada kondisi tersebut 1 liter gas hidrogen (H2) massanya 0.1 g.
Diketahui: Ar untuk H = 1 gr/mol dan N = 14 gr/mol
Jawab:
V1/V2     = n1/n2
(10/1) L = (x/28 gr/mol)/(0.1 / 2) mol
x            = 14 gram
Jadi massa gas nitrogen = 14 gram.

c)      Hukum Boyle-Gay Lussac
Hukum ini merupakan perluasan hukum sebelumnya diman n1 = n2 sehingga diperoleh persamaan:
P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2

 Pada keadaan STP (0o C, 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya 22.4 liter, volume ini disebut sebagai volume molar gas.
Contoh:
Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH3) pada suhu 27o C dan tekanan 1 atm ?
(Ar: H = 1 ; N = 14)
Jawab:


n = m / Mr
n = 8,5 gr / 17 gr/mol
n = 0,5 mol
Volume NH3 (STP) = (0.5 x 22.4) L
 Volume NH3 = 11.2 L
Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac:
P1 .
V1 / T1          = P2 . V2 / T2
(1 x 11,2) / 273   = (1 x V2) / 300
 V2          = 12.31 liter


d)      Hukum Avogadro
“Gas-gas yang volumenya sama, jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan memiliki jumlah molekul yang sama pula”
Menurut Avogadro:
Gambar 2.3.  Ilustrasi percobaan Avogadro

Ternyata perbandingan volume gas dalam suatu reaksi sesuai dengan koefisien reaksi gas-gas tersebut. Hal ini berarti jika volume salah satu gas diketahui, maka volume gas yang lain dapat ditentukan dengan cara membandingkan koefisien reaksinya.
Contohnya:
*        Pada reaksi pembentukkan uap air.
.2 H2 (g) + O2 (g)      2 H2O (g)
Jika volume gas H2 yang diukur pada suhu 25oC dan tekanan 1 atm adalah 10 liter, maka volume gas O2 dan H2O pada tekanan dan suhu yang sama dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut :
      Volume H2 : Volume O2      =    Koefisien H2 : Koefisien O2
......
       
    
        Volume O2  = ½  x 10 L = 5 Liter
*        Tentukan volume H2O?
 Jawab:   Volume H2O = 2/2 x 10 L = 10 Liter



1.6 Rumus Kimia
Rumus kimia menunjukkan jenis dan jumlah relatif atom unsur yang membentuk suatu senyawa. Banyaknya unsur yang terdapat dalam zat ditunjukkan dengan angka indeks. Rumus kimia dapat berupa rumus empiris dan molekul.

1.6.1 Rumus Empiris
Kita dapat menyatakan  komposisi unsur dalam suatu senyawa dengan perbandingan seperti 1 : 1, 1 : 2, 2 : 3 dan lain-lain. Ini berarti bahwa unsur dalam suatu senyawa terdiri atas perbandingan bulat dan sederhana. Pada contoh yang sama, jika kita menghitung jumlah mol kalsium dan jumlah mol klorin dalam suatu senyawa, kita dapat menemukan perbandingan jumlah atom kalsium dengan atom klorin.
Rumus empiris adalah rumus yang menyatakan perbandingan terkecil atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun senyawa. Rumus empiris  suatu  senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu dari :
v  Massa dan Ar masing-masing unsurnya
v  % massa dan Ar masing-masing unsurnya
v  Perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya

1.6.2 Rumus Molekul
Rumus molekul menyatakan jumlah atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun satu molekul senyawa.


Tabel 2.1. Rumus molekul dan rumus empiris beberapa senyawa

Rumus Molekul           = (Rumus Empiris)n
Mr Rumus Molekul     = n x (Mr Rumus Empiris)

Sebagai contoh : senyawa N2O4 dapat dijadikan dalam perbandingan yang sederhana yaitu 1:2 menjadi NO2. Hampir sama dengan benzena dengan rumus molekul C6H6 yang memiliki rumus empiris CH karena perbandingannya 1 : 1

1.7 Bilangan Oksidasi
Bilangan oksidasi dari suatu unsur dalam suatu molekul sederhana atau kompleks adalah  ukuran kemampuan suatu atom untuk melepaskan atau menerima elektron dalam pembentukan suatu senyawa. Jika atom melepaskan elektron maka bilangan oksidasinya akan memiliki tanda positif. Jika atom menerima elektron maka bilangan oksidasinya akan memiliki tanda negatif.
Aturan penentuan bilangan oksidasi unsur-unsur adalah sebagai berikut:
1.      Bilangan oksidasi untuk unsur bebas adalah 0. Begitu juga dengan molekul  diatomik atau poliatomik.
Contoh:  bilangan oksidasi unsur Na, Br, O2, S8 = 0
2.      Bilangan oksidasi suatu unsur dalam suatu ion monoatom adalah sebesar muatan ion yang dimilikinya
Contoh:  bilangan oksidasi unsur F- = -1; H+ = +1 , Al3+  =  +3
3.      Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur dalam suatu senyawa = 0
Contoh: bilangan oksidasi HNO3 = 0
4.       Bilangan oksidasi oksigen dalam senyawa = -2
kecuali
a. Dalam peroksida, seperti H2O2, bilangan oksidasi O = -1
b. Dalam superoksida, seperti KO2, bilangan oksidasi O = - ½
c. Dalam OF2, bilangan oksidasi O = +2  
5.      Bilangan oksidasi suatu unsur dalam suatu ion poliatom adalah sebesar muatan ion yang dimilikinya
Contoh: bilangan oksidasi senyawa NH4+  = +1 sedangkan bilangan oksidasi senyawa NO32-  = -2
6.      Bilangan oksidasi Hidrogen dalam senyawa = +1  
kecuali dalam hidrida = -1

1.8 Persamaan Kimia
Reaksi kimia selalu terjadi di sekitar kita. Ketika tubuh kita makan maka di dalam tubuh kita terjadi reaksi kimia. Reaksi kimia berguna juga untuk aki mobil. Pada saat yang sama reaksi kimia yang tidak kita inginkan juga dapat terjadi. Semua reaksi kimia baik reaksi yang sederhana ataupun reaksi yang kompleks dapat mengubah reaktan menjadi produk. Satu atau lebih reaktan yang mula-mula bereaksi maka akan berubah menjadi satu atau lebih produk kimia.
Reaktan                     Produk
Di dalam reaksi kimia atom yang terdapat di dalam unsur akan berubah. Ikatan yang ada akan pecah dan ikatan baru akan terbentuk  menjadi produk baru.
Reaksi kimia dapat dijelakan dengan cara yang berbeda. Sebagai contoh kita dapat mengatakan : besi bereaksi dengan oksigen menghasilkan besi (III) oksida. Alternatifnya kita dapat mengidentifikasi yang mana produk dan yang mana reaktan sehingga kita dapat menulis persamaan kimia.
Besi + Oksigen         Besi (III) oksida
Dalam persamaan kimia, reaktan dituliskan di sebelah kiri dan produk dituliskan di sebelah kanan. Mereka dihubungkan dengan tanda panah yang dibaca “menghasilkan”. Agar lebih efektif dalam menuliskan persamaan kimia  maka kita harus menuliskan rumus kimianya yaitu  :
Fe     +    O2                       Fe2O3
Persamaan yang hanya menunjukkan  rumus dari reaktan dan produknya saja  adalah bagan persamaan. Bagan persamaan adalah sebuah persamaan kimia yang tidak menuliskan jumlah produk dan reaktannya.
Wujud dari unsur-unsur yang bereaksi  dapat dilihat dari persamaan kimia yang ada. Simbol yang digunakan unsur adalah :  (s) untuk padat, (l) untuk cair, (g) untuk gas dan (aq) untuk larutan.
Fe(s) + O2(g)                       Fe2O3(s)
Semua persamaan kimia  yang telah dituliskan belum tentu jumlahnya benar. Agar suatu reaksi kimia benar maka harus disetarakan terlebih dahulu. Pada persamaan kimia yang telah disetarakan jumlah masing-masing unsur dalam persamaan tersebut adalah sama. Ini berdasarkan pada hukum kekekalan massa.
Kadang-kadang  ketika kita menuliskan rumus dari reaktan atau produk di dalam persamaan, persamaan tersebut telah setara. Ini benar untuk reaksi di bawah ini :
C(s)   +   O2(g)                  CO2(g)
Persamaan itu telah setara. Satu atom karbon dan 2 atom oksigen pada masing-masing sisi. Karbon juga dapat bereaksi dengan oksigen dan menghasilkan karbon monoksida.
C(s)   +   O2(g)                  CO(g)
Reaksi di atas adalah benar tetapi tidak setara dan tidak mengikuti hukum kekekalan massa. Untuk menyatarakan suatu reaksi maka syarat-syaratnya sebagai berikut :
1.      Pertama tentukan dahulu yang mana sebagai  reaktan dan yang mana sebagai produk yang bereaksi. Reaktan dituliskan di sebelah kiri dan produk dituliskan di sebelah kanan dan letakkan tanda panah diantara reaktan dan produk jika terdapat  lebih dari satu reaktan atau produk maka  pisahkan dengan tanda +
2.      Tuliskan rumus kimia dari reaktan dan produk.
3.      Hitung jumlah atom  dari reaktan dan produk. Ion poliatom dihitung sebagai masing-masing unsurnya sebagai ion tunggal.
4.      Setarakan masing-masing unsur dengan menambahkan koefisien. Koefisien adalah  angka yang ditambahkan di depan unsur  yang ada di dalam persamaan kimia. Ketika tidak ada koefisien yang ditulis maka dapat dikatakan koefisiennya 1, baiknya dimulai dari unsur selain hidrogen atau oksigen. Kedua unsur ini biasanya digunakan di dalam persamaan lebih dari dua kali. Anda tidak boleh mengubah subskripnya.
5.      Periksa jumlah masing-masing atom atau ion poliatom  untuk meyakinkan kembali bahwa persamaan kimia telah setara.
6.      Terakhir, pastikan bahwa koefisien yang digunakan menggunakan perbandingan yang terkecil.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar